hukum islam

Etika Untuk Penegak Hukum

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu, berinisial JP (55 tahun). Pada 23 Mei, KPK Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu, bersama beberapa orang di rumah dinas JP (Republika, 24/05).

Kejadian itu menambah panjang daftar penegak hukum yang menerima suap. Korupsi meracuni banyak elemen negeri ini. Budaya melanggar hukum atas nama hukum masih kental terjadi. Ironi penegak hukum di Indonesia membuat kita pesimis tentang penegakkan hukum yang adil.

Bangsa ini sedang mengalami krisis moral dan karakter akut. Penangkapan terhadap penegak hukum yang terkena OTT bukan kali ini saja. Ini membuktikan moral dan karakter penegak hukum kita masih lemah. Hukum di Indonesia akan semakin tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Revolusi mental juga perlu ditujukan kepada para birokrat dan penegak hukum. Integritas penegak hukum di Indonesia perlu dipertanyakan.

Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum  memiliki kode etik. Sebagai standar moral kode etik hakim tentu wajib dijalankan. Kejadian ini menunjukkan oknum hakim belum melaksanakan kode etik profesinya. Kode etik profesi hakim bukanlah sesuatu yang datang dari luar. Itu mestinya terwujud dari penghayatan terhadap hukum itu sendiri. Kode etik harus dijunjung tinggi dengan penjiwaan atas Pancasila.

Hakim memiliki kedudukan istimewa. Di tangannya keputusan kebenaran dan keadilan itu ditentukan. Setiap keputusannya berorientasi kepada penegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Hakim mestinya tidak mudah tergoda dengan apapun. Saat menjalankan tanggungjawabnya, hakim harus objektif. Dengan begitu, hakim harus berdiri di atas kedua belah pihak yang memiliki perkara. Ini sebagai salah satu kode etik utama yang mesti dipegang oleh setiap hakim.

etika penegak hukum
etika penegak hukum


Etika Islam bagi Para Hakim

Islam memandang bekerja tidak hanya aktivitas ekonomi semata, tetapi juga bernilai ibadah. Amanah jabatan harus dilaksanakan sesuai kode etik yang berlaku. Islam sangat keras mengancam orang-orang yang tidak amanah. Begitu juga dengan pengingkaran atas kode etik hakim. Etika religius menjadi landasan teori yang didasarkan pada konsep Al-Qur’an tentang nilai etika hukum. Al Qur’an menyebutkan, amanat harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Sebagai penegak hukum objektivitas dalam mengambil keputusan dan menegakkan keadilan adalah sebagai bentuk menjaga amanah.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisa: 58)

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)Etika hukum dalam Islam dibangun atas empat dasar. Pertama, kebenaran yaitu adanya konsep kebenaran menjadikan manusia percaya untuk berbuat baik karena taat akan hubungan makhluk dan khaliq. Kedua, keadilan yaitu adanya menyamakan dan kesamaan hak dalam bidang hukum yang dibangun dengan konsep keadilan mutlak dan sempurna secara transendental antara hukum dan moralitas. Ketiga, kehendak bebas yaitu manusia walaupun dibatasi oleh norma-norma yang ada tetapi mempunyai kehendak bebas/ kebebasan. Keempat, tanggungjawab yaitu sebagai tuntutan dari kehendak bebas yaitu adanya pertanggungjawaban sebagai batasan dari yang telah diperbuatnya.

Al-Qur’an menyinggung penegak hukum diperintahkan untuk adil dan konsisten pada kebenaran. Hal ini merupakan refleksi etika penegak hukum, khususya penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi. Konsep etika penegakkan hukum dalam Al-Qur’an berlandaskan pada nilai al-qisth (kesamaan), al-‘adl (keadilan) dan al-bir (kebaikan). Berlaku adil dilakukan dalam keadaan apapun.

Terkait tentang hakim, Rasulallah saw pernah bersabda:

“Hakim ada tiga macam, yang satu masuk surga sedangkan yang dua lagi masuk neraka. Hakim yang masuk surga yaitu hakim yang mengetahui kebenaran dan ia memutuskan hukum dengan kebenaran itu. Hakim yang masuk neraka adalah hakim yang mengetahui kebenaran namun memutuskan hukum secara zhalim adalah hakim yang masuk neraka, serta hakim yang memutuskan perkara dengan dasar kebodohan.

Hadis itu menyebutkan dua dari tiga hakim itu masuk neraka. Ini menggambarkan menjadi hakim itu amanah yang berat. Keadilan ada di tangan mereka. Hakim yang tidak memiliki integritas dan karakter kuat akan mudah berpaling dari kebenaran.

Sebab itu, reformasi di lembaga pengadilan perlu dilakukan. Regenerasi hakim dilakukan secara ketat, karena tidak cukup hanya dengan tunjangan tinggi. Tunjangan tinggi tidak menjamin seseorang bisa terhindar dari korupsi. Tindakan itu lebih dekat pada krisis moral dan spiritualitas personal.

Regenerasi hakim harus mempertimbangkan religiusitas, di samping kapabilitas. Pengawasan internal juga perlu diperkuat, agar para penegak hukum ini tidak memalingkan hukum. Sebab itu diperlukan integritas dan transparan antara lembaga terkait. Pengadilan tempat masyarakat meminta keadilan. Penegakkan hukum di tangan para hakim. Pengadilan bukanlah lembaga terisolir dari masyarakat. pengadilan tidak boleh memalingkan muka dari rasa keadilan. (dakwatuna.com/hdn)




About Unknown

0 komentar :

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.